CERITA ASIK DEWASA : AKU JADI KORBAN MANIAK SEKS ABG

AKU JADI KORBAN MANIAK SEKS ABG


CERITA ASIK DEWASA : Aku Jadi Korban Maniak Seks ABG  Aku sedang membanting pantatku di jok belakang taxi, ketika dering HP-ku memanggil. Kuperhatikan jelas sekali bahwa ini nomor yang sama dari dua kali panggilan tadi. Tapi karena aku merasa tidak mengenalnya, aku sama sekali tidak menanggapinya.

Lani :

“Kenapa tidak diangkat, Bang..?” tanya sopir taxi yang sekilas melihatku lewat spionnya.
“Buat apa. Paling-paling wartawan ‘bodrek’. Menawarkan berita kemenanganku ini di koran kelas ‘teri’-nya. Bosen aku berurusan dengan mereka..!” sahutku sambil kuperhatikan sekali lagi secara kilas dua medali emas dan piala juara favorit kejuaraan binaraga kelas junior ini.

Rere :

Taxi meluncur kencang membawaku pulang ke rumah kontrakanku di daerah Radio Dalam. Taxi masih melenggang di atas aspalan Sudirman ketika nomor HP itu muncul lagi di layar HP-ku. Berdering dan berdering minta diangkat. Terpaksa kali ini aku menerimanya dengan malas.
“Hai Romi, sombong bener sih, nggak mau terima telponku. 

Ranta :

Kenapa..?”
“Sori Mbak. Ini siapa, dan ada apa..? Aku merasa nggak kenal anda.”
“Benar. Kita belum pernah saling kenal kok. Tapi aku selalu memantau kemajuanmu dalam bertanding binaraga. Pokoknya aku selalu mengikutimu kemana kamu berlaga memamerkan tubuhmu yang berotot kekar tapi indah dan seksi sekali itu. Aku senang sekali. Banyak teman-temanku yang mengidolakan dirimu lho Mas. 

Kupikir masa depanmu pasti cerah sekali di dunia binaraga. Gimana nih, kami mau kenalan lebih dekat lagi, juga foto-foto bersama atlet idola kami. Bagaimana Mas..?”
Aku sejenak berpikir. Siapa sih mereka? Apa maksudnya? Kalau aku tolak, aku merasa merendahkan atau menyepelekan apa yang namanya fans atau penggemar. Fans atau penggemar, apalagi wartawan itu adalah jalur yang tidak boleh kulawan. Mereka harus kurangkul dan akrabi. 

Begitu nasehat teman-teman seniorku di dunia olahraga yang banyak penggemarnya.
“Baiklah. Dimana ini kalian semua..?” tanyaku setelah menghelakan nafasku.
Sebuah daerah pemukiman elite disebutkan suara cewek itu. Permata Hijau. Aku segera minta sama sopir taxi segera meluncur ke alamat yang dituju. Kuperhatikan jam tanganku sudah menunjukkan pukul 23.00 tepat. Waktuku untuk istirahat. Tapi demi fans, aku rela membagi waktuku dengan mereka.

Rumah mewah itu memang terlihat sepi, gelap, dengan halamanya yang terlihat teduh. Berlantai tiga dengan gaya arsitektur spanyol yang unik. Bergegas aku segera turun dan kuperhatikan sejenak taxi telah menghilang di tikungan jalan.
Kembali aku perhatikan alamat rumah yang kutuju itu. Aku segera menyelinap masuk ke dalam halamannya setelah membuka sedikit pintu gerbangnya yang dari besi dicat hitam. Hujan mendadak turun dengan rintik-rintik. Berburu aku lari kecil menuju teras yang tinggi, karena aku mesti menaiki anak tangganya.

Aku dengan tidak sabaran menekan-nekan bel pintunya yang yang tampak sekali aneh bagiku, sebab tombol bel itu berupa puting susu dari patung dada wanita. Tidak berapa lama, pintu model tarung kuku itu terbuka. Aku seketika berdecak kagum dan ‘ngiler’ berat melihat figur penggemarku ternyata anak baru tumbuh yang bertubuh seksi.
“Mas Romi, ya? Ayo Mas, dua temanku sudah tak sabar nungguin Mas. Biar kubawakan 
pialanya.. yuk..!” ujar gadis berusia sekitar 20 tahun itu ramah sekali menyambar piala dan tas olahragaku.
Aku menyibakkan sebentar rambut gondrongku yang basah sedikit ini, sambil sejenak kuperhatikan gadis itu menutup dan mengunci kembali pintunya.

“Ng.., maaf, belum kenalan..,” gumamku perlahan membuat gadis berambut pendek cepak ala tentara cowok itu menghentikan langkahnya lalu memutar tubuhnya ke arahku sambil mengumbar senyum manisnya.
“Oh ya, aku Lani..,” sahutnya menjabat tanganku erat-erat.
Hm, halus dan empuk sekali jemari ini, seperti tangan bayi.

Lani yang berkulit kuning langsat itu melirik ke sebelah, di mana dari balik korden muncul dua temannya. Semua seusia dirinya.
“Ayo pada kenalan..!” sambung Lani.
Malam ini Lani memakai kaos singlet hitam ketat dan celana pendek kembang-kembang ketat pula, sehingga aku dapat dengan jelas melihat sepasang pahanya yang mulus halus. Bahkan aku dapat melihat, bahwa Lani tidak memakai BH. Jelas sekali itu terlihat pada dua bulatan kecil yang menonjol di kedua ujung dadanya yang kira-kira berukuran 32.

“Ratna..,” ujar gadis kecil lencir berambut panjang sepinggangnya itu menjabat tanganku dengan lembut sekali.
Gadis ini berkulit kuning bersih dengan dadanya yang kecil tipis. Dia memakai kaos singlet putih ketat dan celana jeans yang dipotong pendek berumbai-rumbai. Lagi-lagi Ratna, gadis cantik beralis tebal itu sama seperti Lani. Tidak memakai BH. 

Begitupun Rere, gadis ketiga yang bertubuh kekar seperti laki-laki itu dan berambut pendek sebatas bahunya yang kokoh. Kulitnya kuning langsat dengan kaos ketat kuning dan celana pendek hitam ketat pula. Hanya saja, dada Rere tampak paling besar dan kencang sekali. Lebih besar daripada Lani. Cetakan kedua putingnya tampak menonjol ketat.
Aku dapat melihat pandangan mata mereka sangat tajam ke arah tubuhku. Aku pikir iru maklum, sebab idola mereka kini sudah hadir di depan mata mereka.

“Dimana mau foto-foto bersamanya..?” tanyaku yang digelandang masuk ke ruang tengah.
“Sabar dulu dong Mas, kita kan perlu ngobrol-ngobrol. Kenalan lebih dalam, duduk bareng.. gitu. Santai saja dulu lah.. ya..?” sahut Rere menggaet lengan kananku dan mengusap-usap dadaku setelah ritsluting jaket trainingku diturunkan sebatas perutku.
“Ouh, kekar sekali. Berotot, dan penuh daging yang hebat. Hm..,” sambungnya sedikit bergumam sembari menggerayangi putingku dan seluruh dadaku.
Aku jadi geli dan hendak menampik perlakuannya. Tapi kubatalkan dan membiarkan tangan-tangan ketiga gadis ABG itu menggerayangi dadaku setelah mereka berhasil melepas jaketku.

Kuakui, aku sendiri juga menikmati perlakakuan istimewa mereka ini. Kini aku dibawa ke sebuah kamar yang luas dengan dinding yang penuh foto-foto hasil klipingan mereka tentang aku. Aku kagum. Sejenak mereka membiarkanku terkagum dan menikmati karya mereka di tembok itu.

“Bagaimana..?” tanya Ratna mendekati dan merangkul lengan kiriku.
Lagi-lagi jemari tangan kirinya menggerayangi puting dan dadaku. Kudengar nafas Ratna sudah megap-megap. Lalu Rere menyusul dan memelukku dari belakang, menggerayangi dadaku dan menciumi punggungku. Kini aku benar-benar geli dibuatnya.

“Sudahlah, lebih baik jangan seperti ini caranya. Katanya mau foto-foto..?” kataku mencoba melepaskan diri dari serbuan bibir dan jemari mereka.
“Iya, betul sekali. Lihat kemari Mas Romi..!” sahut Lani yang berdiri di belakangku.
Aku segera membalikkan tubuhku dan seketika aku terkejut. Mataku melotot tidak percaya dengan penuh ketidaktahuan dan ngerti semua ini.
“Ada apa ini, apa-apa ini ini..? Kalian mau merampokku..?” tanyaku protes melihat Lani sudah menodongkan pistol otomatis yang dilengkapi dengan peredam suara itu ke arah kepalaku.

“Ya. Merampok dirimu. Jiwa dan ragamu. Semuanya. Ini pistol beneran. Dan kami tidak main-main..!” sahut Lani dengan wajah yang kini jadi beringas dan ganas.
Begitupun Ratna dan Rere. Sebuah letupan menyalak lembut dan menghancurkan vas bunga di pojok sana. Aku terhenyak kaget. Mereka berdua memegangi lengananku dengan kuat sekali. Aku hampir tidak percaya dengan tenaga mereka.

“Tidak ada foto. Tapi, di ruangan ini, kami memasang beberapa kamera video yang kami setel secara otomatis. Setiap ruangan ada kamera dan kamera. Semua berjalan otomatis sesuai programnya. Copot celananya, Rat..!” ujar Lani membentak.
Aku hendak berontak, tapi dengan kuat Rere memelintir lenganku.
“Ahkk..!”
“Jangan macem-macem. Menurut adalah kunci selamatmu. Ngerti..!” bentak Rere tersenyum sinis.

Celana trainingku kini lepas, berikut sepatuku dan kaos kakinya. Ratna sangat cepat melakukannya. Kini aku hanya memakai cawat hitam kesukaanku yang sangat ketat sekali dan mengkilap. Bahkan cawat ini tidak lebih seperti secarik kain lentur yang membungkus zakar dan pelirku saja. Sebab karetnya sangat tipis dan seperti tali.
“Kamu memang seksi dan kekar..,” ucap Lani mendekati dan menggerayangi zakarku.
“Iya Lani. Sekarang aja ya, aku udah nggak sabar nih..!” sahut Rere mengelus-elus pantatku.

“Sama dong. Tapi siapa duluan..?” sahut Ratna mengambil sebotol minyak tubuh untuk atlet binaraga.
Kulihat mereknya yang diambil Ratna yang paling mahal. Tampaknya mereka tahu barang yang berkualitas.
“Diam dan diam, oke..?” kata Ratna menuangi minyak itu ke tangannya.

Begitupun Rere dan Lani. Segera saja jemari-jemari tangan mereka mengolesi seluruh tubuhku dengan minyak. Bergantian mereka meremas-remas batang zakarku dan buah pelirku yang masih memakai cawat ini dengan penuh nafsu. 

Aku kini sadar, mereka fans yang maniak seks berat. Walau masih ABG. Dengan buas, Lani merengut cawatku dengan pisau lipatnya, yang segera disambut tawa ngakak temannya. Zakarku memang sudah setengah berdiri karena dorongan dan rangsangan dari stimulasi perbuatan mereka. Bagaimanapun juga, walau dalam situasi yang tertekan, aku tetap normal. Aku tetap terangsang atas perlakuan mereka.
“Ouh, sangat besar dan panjang. Gede sekali Rat..,” ucap Rere kagum dan senang sembari menimang-nimnag zakarku.

Sedangkan Lani meremas-remas buah pelirku dengan gemas sekali, sehingga aku langsung melengking sakit.
“Duh, rambut kemaluannya dicukur indah. Apik ya..!” sahut Rere mengusap potongan bentuk rambut kemaluanku yang memang kurawat dengan mencukur rapi.
“Auuhk.., jangan. Jangan.., sakit..!” ucapku yang malah bikin mereka tertawa senang.

Ratna sendiri menciumi daging zakarku dan menjilat-jilat buas pelirku. Aku tetap berdiri dengan kedua kakiku agak terbuka.
Mereka dengan buasnya menjilati dan menciumi zakar dan buah pelirku serta pantatku.

“Ouh.. jangan.. aauhk.. ouhhk.. aahkk..!” teriak-teriak mulutku terangsang hebat.
Hal itu membuat Lani jadi ganas dalam mengocok-ngocok batang zakarku. Sedangkan Ratna gantian meremas-remas buah pelirku. Sementara Rere menghisap putingku dan memelintirnya, sehingga putingku jadi keras dan kencang. Kedua tanganku kini berpegangan pada tubuh mereka, karena dorongan birahiku yang mendadak itu. Aku kian menjerit-jerit kecil dan nikmat. Teriakan mereka yang diselingi tawa senang kian menambah garang perlakuan mereka atas tubuh telanjangku.

Bergantian mereka mngocok-ngocok zakarku hingga kian mengeras dan memanjang hebat. Bahkan mereka dengan buasnya bergantian menyedot-nyedot zakarku dengan memasukan ke dalam mulut mereka, sampai-sampai mereka terbatuk-batuk karena zakarku menusuk kerongkongan mereka.
“Nikmat sekali zakarnya, hmm.., coba diukur Rere. Berapa panjang dan besarnya, aku kok yakin, ini sangat panjang..!” ujar Lani sambil terus mengulum-ngulum dan menjilati zakarku.

rere segera mengukur panjang dan besarnya zakarku.
“Gila, panjangnya 23 sentimeter, dan garis lingkarnya.. hmm.., 18 senti. Apa-apaan ini. Kita pasti terpuaskan. Dia pasti hebat dan kuat..!” ujar Rere kagum sambil mengikat pangkal batang zakarku dengan tali sepatu secara kuat.

Begitupun pangkal buah pelirku diikat tali sepatu sendiri. Sementara Ratna gantian kini yang mengocok-ngocok zakarku sambil mengulum-ngulumnya. Karuan saja, zakarku jadi tambah keras dan merah panas membengkak hebat. Otot-ototnya mengencang ganas. Aku kian menjerit-jerit tidak kuat dan tidak kuasa lagi menahan spermaku yang hendak muncrat ini.

Mendengar itu, Ratna mencopot lagi tali sepatuku di batang zakarku dan pelirku. Cepat-cepat mereka membuka mulutnya lebar-lebar di depan moncong zakarku sambil terus mengocok-ngocok paling ganas dan kuat.
“Creet.. croot.. creet.. srreet.. srroott.. creet..!” menyembur spermaku yang mereka bagi rata ke mulutnya masing-masing.
Bergantian mereka menjilati sisa-sisa spermaku sambil mengurut-ngurut batang zakarku agar sisa yang masih di dalam batang zakarku keluar semua.

“Hmm.. nikmat sekali. Enak..!” ucap Diam senang.
“Iya, spermanya ternyata banyak sekali.. kental..!” sahut Ratna.
“Ayo, ikat dia di ruang penyiksaan. Cepat..!” perintah Lani berdiri, diikuti Ratna dan Rere.
Sedangkan aku masih lemas. Rasa-rasanya mau hancur badanku. Aku nurut saja perintah mereka. Memasuki ruang penyiksaan.

Apa pula itu? Mereka dengan cepat memasang gelang besi di kedua tangan dan kakiku. Rantai besi ditarik ke atas. Kini tubuhku merentang keras membentuk huruf X. Posisi badanku dibikin sejajar dengan lantai yang kira-kira setinggi satu meteran itu. Lampu menyorot kuat ke arahku. Keringatku menetes-netes deras.
“Siapa kalian ini sebenarnya..?” tanyaku memberanikan diri.

“Diam..! Tak ada pertanyaan. Dan tak boleh bertanya. Pokoknya menurut. Kamu kini budak kami. Ngerti..!” bentak Lani mencambuk dadaku dan punggungku dengan cambuk yang berupa lima utas kulit yang 
Sakitnya luar biasa.

Mendadak Rere membuka lantai di bawahku. Aku kaget, rupanya di bawah sana ada liang seukuran kira-kira lebar 50 senti dan panjang dua meteran. Dan di lubang sedalam kira-kira satu meteran itu terdapat tumpukan batu bara yang membara panas sekali! Pantas saja, tadi kakiku sempat merasakan panasnya lantai ubin ini. Walau kini tubuhku setinggi kurang dari dua meter dari bara, tapi aku masih kuat merasakan betapa panasnya batu bara itu uapnya membakar kulit tubuhku bagian belakang.

“Cambuk terus..! Sirami dengan minyak dan jus tomat..!” perinta Lani mencambuki kakiku.
Sedangkan Ratna mencambuki dadaku. Dian mencambuki punggungku. Panas dan pedih, semua bercampur jadi satu. Bersamaan mereka juga mencambuki zakar dan pelirku yang masih setengah tegang ereksinya. Batu bara yang tertimpa minyak dan jus tomat itu mengeluarkan asap panas yang segera membakar kulitku. Entah, di menit keberapa aku bertahan. Yang jelas tidak lama kemudian aku pingsan.

Saat terbangun, ternyata aku sudah terbaring di atas ranjang luas dan empuk bersprei putih kain satin. Tapi kondisiku tidak jauh beda dengan disiksa tadi. Kedua tanganku dirantai di kedua ujung ranjang bawah, sedangkan badanku melipat ke atas karena kedua kakiku ditarik dan rantainya diikatkan di kedua ujung ranjang atas kepalaku, sehingga dalam posisi seperti udang ini, aku dapat melihat anusku sendiri.

Sebuah bantal mengganjal punggungku. Lampu menyorotku. Tiba-tiba Ratna sudah mengakangi wajahku. Dan dia telanjang bulat. Kulihat vaginanya yang mengarah ke wajahku itu bersih dari rambut kemaluan. Rupanya telah dipangkas bersih.
“Jilati, nikmati lezatnya kelentitku dan vaginaku ini. Cepat..!” teriak Ratna menampar wajahku dua kali sambil kemudian membuka bibir vaginanya dan menjejalkannya ke mulutku. Terpaksa, aku mulai menjilati vagina dan seluruh bagian di dalamnya sambil menghisap-hisapnya.

Ratna mulai menggerinjal-gerinjal geli dan nikmat sambil meremas-remas sendiri duah dadanya dan puting-puting susunya yang kecil itu. Kulihat selintas datang Rere dan Lani yang juga telanjang bulat. Sejenak mereka berdua saling berpelukan dan berciuman. Mereka ternyata lesbian..! Ratna segera beranjak berdiri.
“Lakukan dulu Rat, kami sedang mood nih..!” ujar Lani menciumi vagina Rere yang berbaring di sebelahku sambil menggerinjal-gerinjal geli.

Kedua tangan Rere meremas-remas sendiri buah dadanya. Ratna segera saja mengambil boneka zakar yang besar dan lentur. Segera saja Ratna menuangi anusku dengan madu, serta merta gadis itu menjilati duburku. Aku jadi geli.
Kini jemari Ratna mulai mengocok-ngocok zakarku, setelah sebelumnya mengikat pangkal buah pelirku secara kuat.
“Ouh.. aduh.., aahhk..,” teriakku mengerang sakit dan nikmat.

Ratna dengan cepat segera menusukkan boneka zakar plastik itu ke dalam lobang anusku. Karuan saja aku menjerit sakit. Tapi Ratna tidak perduli. Zakar plastik itu sudah masuk dalam dan dengan gila, Ratna menikam-nikamkan ke anusku. Aku menjerit-jerit sejadinya. Sementara tangan satunya Ratna tetap mengocok-ngocok zakarku sampai ereksi kembali dengan kerasnya.
Tiba-tiba Lani mengakangi wajahku dan mengencingi wajahku.
“Diminum. Minum pipisku.. cepat..!” perintah Lani menanpar-nampar pantatku.

Terpaksa, kutelan pipis Lani yang pesing itu. Rasanya aku mau muntah. Lebih baik menjilati vaginanya, ketimbang meminum pipisnya. Tami tertawa ngakak sambil mengambil alih mengocok zakarku dengan buas.
“Gantian..!”ujar Rere menggantikan posisi Lani.
Pipis lagi. Aku kini kenyang dengan pipis mereka. Tubuhku basah oleh pipis mereka. Ratna masih menusuk-nusuk duburku dengan zakar plastiknya. Pelan-pelan rantai dilepas, tapi Ratna malah membenamkan zakar plastik itu dalam-dalam di anusku. Kakiku dibuat mengangkang. 

Dengan buas, satu persatu memperkosaku.
“Auhk.. aahk.. ouhkk.. yeaah.. ouh..!” teriak-teriak mulut mereka menggenjot di atas tubuhnya setelah memasukkan zakarku ke dalam vaginanya.
“Ouh.. ouhk, tidak.. ahhk.. ahhk..!” menjeritku kesakitan karena sperma yang mestinya muncrat tertahan oleh tali ikatan itu.

Cambuk kembali melecuti dadaku. Pokoknya tidak ada yang diam nganggur. Saat Lani menggagahiku, Ratna mencambuk. Rere menetesi puting susuku dengan cairan lilin merah besar. Atau menyirami lilin panas itu ke anusku. Saking tidak kuatnya aku, kini aku jatuh pingsan lagi.
Entah berapa lama aku pingsan. Saat terbangun, banyak spermaku yang tercecer di perutku. Tidak ada rantai. Tidak ada lilin. Bahkan mereka juga tidak ada di sekitarku. Kemana mereka? Perlahan aku beranjak berdiri, tertatih-tatih mencari pakaianku. Tubuhku penuh barut bekas cambuk dan lilin mengering. Luar biasa sakit dan pedihnya tersisa kurasakan.

Secarik kertas ditinggalkan mereka bertiga untukku. Kubaca dengan muak dan geram.
Trim atas waktumu. Tapi kami belum puas menikmatimu. Kami pasti datang lagi untuk kepuasan kami. Kami pergi karena ada mangsa baru yang lebih lemah tapi kuat seksnya. Kalau kamu tolak, kami edarkan videonya. Awas, kamu kini adalah ‘anjing’ seks kami. Trim. Sampai jumpa.

Permainan Games Seru Dan Menguntungkan Silahkan Klik langsung Di Bawah Ini : 

Bonus PromoNew Member 10%
 qqdomino

Bonus Referral Hingga 20%
 kiukiudomino

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Facebook

Advertising

Histats