LAYANAN PLUS-PLUS DARI MODELHYPER SEX
Cerita Asik Dewasa - Layanan Plus-plus Dari Model Hyper Sex, Aku adalah seorang fotografer profesional.Bertemu model-model cantik dan memotret mereka dalam keadaan seksi sudah hal yang biasa.Terkadang beberapa model seksi tersebut rela kutiduri untuk memenuhi libido kelelakianku.Kali ini aku akan mengisahkan petualanganku dengan model cantik bernama Julia Diane.
Aku bertemu dengan Julia Diane ketika aku meliput pemilihan model di salah satu hotel bintang 5. Sebagai fotografer yang sudah dikenal di kalangan artis papan atas, membuatku selalu mendapat sambutan setiap aku muncul di berbagai event. Ini mungkin yang membuat model baru seperti Julia ikut ‘hanyut’ akan kehadiranku.
“Hai, namaku Julia. Kenalan dong dengan Mas!”, sapanya dengan senyum manisnya yang menggemaskan.
“Oh., Boleh!”, jawabku kaget.
“Mas, mau dong di foto untuk media Mas!”, serang Julia.
“Lho, kok tahu kalau aku fotografer?”, kataku memancing.
“Lho siapa yang nggak kenal fotografer sekaliber Mas Boy! Di kalangan model sensual, nama Mas Boy kan sangat terkenal”, kata Julia merayu.
“OK! Aku jadi nggak enak hati nich, dipuji cewek secantik kamu. Kalau memang kamu kepingin tampil di mediaku, tahu dong syarat utamanya. Harus tampil sensual, kalau perlu tanpa busana he.. he.. he..”, kataku dengan nada memancing.
“Tapi dijamin jadi gadis sampul kan? Kalau dijamin aku mau, yang penting yang miskin (maksudnya tanpa busana) tolong untuk Mas saja, jangan dimuat di media massa dan internet”, jawab Julia.
Setelah sepakat, akhirnya aku janjian pemotretan dengan Julia di salah satu hotel di bilangan jalan Pramuka, Jakarta Timur. Pada hari Rabu yang telah disepakati, Julia datang bersama tiga rekannya yang tidak kalah cantik. Namanya Maya dan Ayu. Pemotretan dimulai di kolam renang tentunya, sambil ngetes kebenaran omongan Julia. Benar saja, Julia langsung mengenakan busana renang seksi dengan warna cerah. Membuat Julia kelihatan semakin cantik saja.
“Gimana Mas, okey nggak?”, tanya Julia sekeluar dari kamar ganti.
“Badanmu benar-benar oke. Aku nggak sangka, cewek secantik kamu punya nyali sebesar kamu!”, pujiku.
“Demi karier dan masa depanku, resiko apapun aku hadapi Mas!”, tantang model yang memiliki ukuran bra 36B ini.
“Loh, kok nekad amat. Emang keluarga dan pacarmu mendukung?”, aku mencoba mengorek lebih dalam.
“Apapun yang aku tempuh, mereka mendukung. Karena mereka memang membutuhkan uluran tanganku. Sehingga mereka tidak bisa protes atas perbuatanku”, jawabnya dengan wajah menunduk.
“Julia, aku bisa bantu kamu. Tapi resikonya sangat berat, karena kamu mesti korban harga diri dan perasaan”, kataku.
“Nggak apa-apa Mas, yang penting Mas bisa mengorbitkanku menjadi model dan pemain sinetron terkenal”, jawab Julia sungguh-sungguh.
“Oke, sekarang kita mulai sesi pemotretan untuk sampul mediaku dulu di kolam renang ini. Setelah itu, kita sesi pemotretan di room, gimana?”, kataku.
“Oke!”
Lalu pemotretan berlangsung sampai pukul 05.30 dan menghabiskan 5 rol film isi 36, dengan berbagai gaya yang sangat menantang. Matahari mulai menghilang dari peredarannya, pemotretan di kolam renang aku akhiri dan dilanjutkan di kamar. Setelah beristirahat dan makan malam, Julia menawariku untuk sesi pemotretan lagi.
“Mas, foto lagi yuk!”
“Sip!”
“Pakai baju apa nich?”, tanya Julia.
“Ngapain pakai baju, tadi kan udah lima kostum. Bosan ah..”, ujarku menggoda.
Godaanku disambut serius oleh Julia. Julia dengan secepat kilat melucuti busana G string yang dari tadi menempel. Aku terperangah melihat kemolekan tubuh Julia, hampir saja kameraku terjatuh hanya karena memelototi tubuh putih mulus di hadapanku.
“Loh, kok bengong, ayo foto lagi apa nggak!”, ujar Julia membuyarkan imajinasiku.
“Oo, ya.. ya!”, jawabku tergagap.
Pemotretan di room makin seru saja, karena Julia adalah tipe model yang menuruti semua perintahku. Sehingga tanpa terasa 3 rol telah berlalu. Di saat aku mengarahkan gaya tidur Julia, secara tidak sengaja tangan Julia menyentuh ‘senjata pamungkas’ku yang dari tadi telah mengacung seperti anggota DPR yang melakukan interupsi.
“Loh, apaan nih Mas! Kok keras amat?”, tanya Julia sambil memegang rudalku yang kencang sekali. Akupun blingsatan mendapat reaksi sensitif dari Julia.
“Iya nich. Aku juga nggak konsen motretnya, habisnya tubuh kamu indah banget. Baru kali ini aku melihat tubuh bagus seperti ini”, rayuku.
“Ah, yang bener! Aku yakin Mas sering melihat tubuh lebih indah daripada tubuhku, kalau Mas Bilang tubuhku Indah, aku yakin Mas menghinaku”, katanya merajuk.
“Aku ‘kan mesti motret dulu”, kataku sambil menelan ludah.
“Buktinya Mas dari tadi, diem aja. Nyentuh tubuhku aja nggak, kalau memang tubuhku Indah, dari tadi Mas kan udah menyerangku”, kata Julia nakal.
Tanpa dikomando lagi, aku menyerang Julia dengan ganas. Julia pun memberikan perlawanan lebih ganas. Julia langsung menncopoti celana dan bajuku.
“Mas, kalau memang kepingin ngomong aja. Jangan ditahan, jadinya nggak baik Mas. Kayak gini, laharnya meleleh di celana, ‘kan cayang”, kata Julia sambil melahap senjataku dengan lahapnya.
Karena aku sudah horny dari siang, maka lahar panasku dengan cepat muncrat dengan kencangnya. Tanpa bisa menghindar, laharku pun ditelan Julia.
“Aduuh, Mas! Kok aku nelan lahar Mas sih, tapi asin-asin enak gitu”, katanya manja.
Kemudian aku lunglai tak berdaya. Dengan sabar Julia menyeka seluruh daerah ‘senjata pamungkas’ku. Seusai menyeka, Julia mengocok-ngocok senjataku dengan nafsunya.
“Horee.. ‘Mas Boy kecil’ bangun..”, sambut Julia sambil menjilati ujung senjataku.
“Ohh.. Kamu kok pinter say..”, ujarku dengan suara parau karena gairah seksku membara lagi.
Sedotan Julia semakin mantap dan lahap, imajinasiku kian melayang. Tanganku kemudian menyambar gunung kembar yang dari tadi belum sempat kuremas-remas. Begitu gunung kembarnya kuremas, Julia langsung terpancing.
“Mas, ciumi gunungku dong”, pinta Julia manja.
Kemudian aku melahap dua gunung yang sangat ranum dan menantangku untuk meremas-remasnya.
“Aakk, Mas! Aku nggak tahan nich”
“Say, posisi 69 ya!”, pintaku.
Aku langsung menindih tubuh Julia sehingga membentuk 69, aku tanpa diminta langsung menciumi gua nikmat yang akan membawaku ke sorga itu.
“Mas, kok uennak gini sich. Aku nggak tahan nich, mau.. kel.. aahh.. nah.. kan keluar”, ujar Julia.
Kemudian aku membalik badan, sehingga kami saling berhadapan. Julia langsung tersenyum dan langsung menyambar bibirku, kami pun kemudian berciuman dengan hangat.
“Mas, aku kepengin ‘disuntik’ sama senjata Mas, kayak apa sih rasanya”, kata Julia menggodaku.
Senjataku, kuarahkan ke gua yang dari tadi menunggu disodok, biar laharku keluar kian deras.
“Akk..!!” teriak Julia sambil mengigigit bibirnya.
Sodokanku pelan-pelan kutekan semakin dalam hingga membuat mulutnya menganga dan memainkan lidahnya. Kemudian aku menyambar lidah Julia, dan goyangan demi goyangan terus kutingkatkan.
“Mas, genjot yang keras lagi dong, ak.. ku mau kel.. uar lagi”.
Genjotan aku tingkatkan hingga membuat Julia sampai ke puncak kenikmatan.
“Aduuh.. Akk, Mas! Aku keluar lagi..”, Julia memang orgasme untuk kedua kalinya, sementara senjataku masih mengacung.
“Lho, Mas belum keluar ya?”
“Emang kamu nggak merasakannya Say?”
“Habisnya, aku enak banget. Jadi nggak mikirin Mas Boy”
Tanpa diminta, Julia langsung naik dengan posisi duduk dan mengarahkan lubang ‘gua’nya ke ‘senjata pamungkas’ku. Goyangan Julia kian liar, ketika ia berada di atas perutku. Ini membuat rasa nikmatku kian memuncak dan..
“Ya.. Yaa.. Keluar lagi deh” kata Julia.
Mendapat reaksi orgasme Julia, membuatku terpancing dan membalikan tubuh Julia sehingga posisinya di bawah. Dengan cepat aku memasukkan senjataku yang sudah memuntahkan lahar.
“Mas terus, terus.. Terus Mas.. Yang keras..”
Mendapat support dari Julia membuat sodokan kian kutingkatkan.
“Say, ak.. ku keluar”, kataku dengan nada tidak karuan karena merasakan kenikmatan ejakulasi di lubang nikmat Julia.
Selesai genjot-genjotan, aku dan Julia tidur terlelap hingga jam 6 pagi. Julia tersenyum melihatku bangun.
“Pagi Mas..”
“Pagi, kok kamu bangun pagi amat?”
“Iya, kebiasaanku bangun subuh”, jawab Julia sambil menyedot rokok putih dalam-dalam.
“Mas, boleh nggak aku mohon satu permintaan, sebelum kita pisah hari ini?”, kata Julia sambil tersenyum nakal.
“Boleh! Paling kamu minta ongkos pulang ‘kan?”, Kataku enteng.
“Buk.. Bukan itu!”
“Lalu minta apa, kalau bukan minta uang?”
“Minta ‘rudal’mu lagi, puasin aku lagi donk..”
“Gimana yach..”, godaku.
“Gimana apanya?” kata Julia lagi-lagi dengan nada manja.
“Maksudku, gimana memulainya ha.. ha.. ha..”, kataku sambil melirik.
Julia langsung mengejarku dan kami pun kejar-kejaran seperti anak kecil rebutan mainan. Aku melompat ke tempat tidur dan Julia terus mengejarku.
“Mas nakal deh”
Kamipun kemudian berpagutan dan berciuman dengan saling serang. Tanganku langsung meremas-remas gunung kembarnya. Hal itu membuat Julia semakin ketagihan dan tangan Julia memegang tangan kananku dan menuntunnya untuk mengorek ‘gua selarong’nya yang sudah kebanjiran lahar. Jari tanganku langsung kuarahkan ke gua tersebut hingga..
“Akk, nikmat Mas. Teruskan Mas, terus ach.. ach aku keluar.. Mas!”, ‘kicau’ Julia.
“Mas, tuntaskan yuk”
“Okelah”, kataku.
Senjataku sebenarnya belum keras betul, sehingga aku malas-malasan untuk memasukannya ke ‘gua’ Julia. Bleezz..
“Mas, aku kepingin kenikmatan ini dari Mas Boy terus. Mau nggak?”
“Siapa nolak” jawabku sambil terus memompa Julia.
Julia menggoyangkan pantatnya dengan lincahnya hingga membuatku tidak tahan..
“Say.. aahh.. aku mau.. keluar.. nich..”
“Aku juga Mas.., aahh..”
Akhirnya kami berdua sampai ke puncak kenikmatan ‘pamungkas’. Jam telah menujukan jam 12.00, artinya kami harus check out.
“Mas, kalau tabloid yang memuat fotoku sudah keluar tolong kabarin ya, entar aku kasih hadiah deh”, pintanya dengan senyum menawan.
Dan seminggu kemudian foto Julia muncul di tabloidku.