Kenikmatan Stella Yang Tak Terlupakan
STELLA :
Cerita Asik Dewasa : Kenikmatan Stella Yang Tak Terlupakan
Seks pertamaku yang indah ternyata terus-menerus melekat dalam memori otakku, sehingga setiap habis menerima amplop hasil memberikan les privat, aku langsung menuju lokalisasi Kali Jodoh yang tidak jauh dari rumahku. Sampai-sampai aku merasa telah mahir sekali dalam urusan ranjang. Habis bagaimana nggak? Yang mengajariku adalah wanita-wanita senior yang handal dalam menservis lelaki.
Segala macam gaya sex sudah kulakoni, meskipun kadang aku harus hutang untuk mendapatkannya (yang ini kalau nggak kenal banget, nggak akan bisa). Tapi meskipun demikian kebiasaanku melantunkan, “Hallo-hallo bandung” versiku, tak kunjung padam. Kadang di kamar mandi, kadang di tempat tidur, malah kadang di WC sekolah pun kulakoni, terutama sehabis melihat pemandangan indah teman sekelasku yang wanita.
Setelah Lulus SMP, aku melanjutkan ke sekolah P di bilangan Jelambar, Jakarta Barat. Mula pertama masuk adalah saat yang paling menyenangkan. Aku mendapat teman baru yang cantik-cantik (yang cowoknya sih nggak usah diceritain), ditambah lagi dengan seragam celana panjang. Sepertinya aku semakin percaya diri untuk mendekati seorang wanita.
Tak lama waktu yang dibutuhkan untuk menunjukkan kepiawaianku dalam pelajaran. Aku menjadi bintang kelas yang banyak didekati teman-temanku, terutama yang hobinya nyontek. Untunglah di kelasku (Atau mungkin seluruh sekolah) 80% muridnya hobi nyontek, jadi stock teman tidak akan kehabisan dalam kamus kehidupanku.
Salah satu, eh salah dua dari sekian banyak temanku ada yang dandanannya bisa bikin senjata lelaki tegap. Namanya Stella dan Rini. Keduanya sahabat kental. Kemana pergi selalu berdua. Bahkan ke WC pun juga berdua, sampai seisi kelas memvonisnya sebagai pasangan Lesbian. Nah keduanya termasuk dalam siswi yang 80% tadi, sehingga tiap kali ada ulangan mereka selalu berada di dekatku.
Keakraban akan dapat menimbulkan kasih sayang, ternyata benar dan terjadi padaku. Aku benar-benar Fall in Love kepada Rini, tapi sayangnya kalau aku perhatikan justru Stella yang ada perhatian denganku. Aku terjerat dalam cinta segitiga yang bikin pusing tuju keliling.
Rini memang lebih cantik dari Stella. Itu menurutku, tapi body Stella jauh lebih mantap dari Rini. Kalau Rini ibarat Paramitha Rusady, cantik, anggun tapi body agak payah, sedangkan Stella ibarat Diah Permata Sari, wajah tidak terlalu cantik tapi dada dan pinggulnyaitu loh yang mantap.
Oh ya ada yang lupa, keduanya kalau sekolah mengendarai sedan keluaran terbaru, cuma waktu itu aku tidak tahu siapa yang punya diantara mereka berdua, sedangkan aku sekolah mengendarai kedua kakiku.
Sempat juga aku minder, tapi aku dapat menepiskan perasaan itu, apalagi saat Stella mengundangku untuk mengajari Matematika yang katanya suka bikin dia demam, aku jadi tambah semangat.
Hari sabtu usai bubaran sekolah, aku ikut mobil mereka menuju rumahnya. Tiba di rumah Stella, Rini langsung pamit dengan alasan papinya menunggu di rumah. Satu point masuk memoriku. Berarti mobilnya milik Rini, tapi melihat keadaan rumah Stella yang cukup megah rasanya tidak mustahil kalau Stella juga mempunyai mobil.
Aku menunggu di ruang tamu dan tak lama Stella sudah keluar membawakan juice jeruk. Tapi bukan juice-nya yang jadi perhatianku, pakaiannya minim sekali.
Stella hanya mengenakan celana pendek berbahan kaos, dan kaos oblong, sehingga waktu Stella meletakkan gelas di meja, aku dapat melihat bulu ketiaknya yang sangat lebat, ditambah tonjolan dadanya yang sangat besar sepertinya sih dia tidak memakai bra. Karuan saja senjataku langsung bergerak mekar, menerobos hutan di sekitarnya.
Efeknya langsung aku merasakan sakit seirama dengan tertariknya bulu kemaluanku tersebut. Aku beringsut membetulkan letak senjataku.
“Gimana, La? Bisa langsung mulai nggak?” Stella langsung pada tujuannya.
“Boleh, boleh,” aku langsung mengiyakan menutupi sikap grogiku.
“Sini dong! Gimana bisa ngajarin gua kalau berhadapan gini?” kata Stella dengan nada manja.
Aku langsung beranjak, dan duduk di sebelah Stella di sofa yang untuk 3 orang. Stella mulai bertanya tentang pelajaran yang menurutnya agak sulit.
Aku menjelaskannya dengan dada bergemuruh, apalagi saat paha Stella saling bertumpangan, celana pendeknya makin tertarik ke atas, sehingga pahanya yang putih dan mulus makin terlihat jelas. Konsentrasiku semakin buyar.
2 jam berlalu, Stella mulai bosan, akhirnya kami hanya mengobrol. Ternyata Orang tua Stella jarang ada di rumah. Pantas saja aku tidak melihat seorang pun di rumah sebesar ini, tanpa kuminta Stella mulai menceritakan hal-hal pribadi tentangnya.
Kecanduannya akan ganja, pergaulannya dengan berbagai macam lelaki, jarangnya ada di rumah, dan masih banyak lagi yang intinya menjelaskan bahwa dia adalah salah satu sample produk broken home yang perfect.
Tapi yang menarik buatku adalah pergaulan bebasnya. Itu berarti aku juga bisa ikut termasuk dalam salah satunya dan 100% Stella sudah tidak virgin lagi.
Sementara Stella nyerocos terus dengan ceritanya, otakku berfikir keras bagaimana cara menikmati keseksian tubuhnya. Sampai cerita Stella habis dan aku pamit pulang, aku belum dapat menemukan caranya.
Tapi Iblis memang selalu memberikan jalan buat pengikutnya. Berawal dari acara sekolah, Stella dan Rini yang hobi nyanyi ternyata kesengsem dengan permainan jariku memetik senar-senar gitar.
Kunjunganku ke rumah Stella pun berubah menjadi acara karaoke bersama dengan Rini.Setelah lelah bernyanyi, Stella beranjak ke kamar pribadinya dan membawa laser disc (dulu belum ada VCD) porno dan memutarnya.
Kami bertiga menonton bersama. Tak lama dari layar TV 29″ milik Stella keluar gambar-gambar erotis yang membuat siapa pun akan naik tensi darahnya. Aku melihat Stella dan Rini memerah wajahnya, mungkin menahan nafsu, sedangkan aku sendiri sudah merasakan celana dalamku agak basah oleh pelumas yang keluar dari senjataku. Namun aku hanya diam dan berpura-pura bodoh.
“Rin, sini gua bilangin,” Stella menarik tangan Rini ke kamarnya.
Aku hanya bengong, entah apa yang dibicarakan mereka. Keluar dari kamar Rini berpamitan pulang, aku bersorak dalam hati. Ini yang kutunggu.
Deru suara mobil di halaman luar menandakan Rini telah pulang. Stella menutup seluruh pintu dan jendela dan kembali duduk di sampingku. Pikiranku sudah membayangkan hal-hal yang indah. Pasti Stella sudah tidak tahan.
Namun aku masih bertahan dengan sikap bodohku dan tetap memandang gambar demi gambar yang keluar dari layar TV. Meskipun seluruh aliran darahku telah bergerak ke arah penisku, dan senjataku sudah mengeras bagaikan batu, aku tetap bertahan karena aku mengenalkan diri kepada mereka sebagai lelaki yang tidak tahu apa-apa mengenai seks.
“Ehmm, serius banget sih La, emangnya belum pernah nonton film begini ya?” suara Stella membuyarkan angan-anganku.
“Iya,” padahal dalam hati aku bilang,
“Jangan kata nonton, ngelakonin aja sudah sering.”
“Loe, mau nggak gua ajarin!” goda Stella.
“Apa?” aku pura-pura kaget.
“Iya, seperti di film itu.” balas Stella.
“Tapi..” aku pura-pura semakin bodoh.
“Tenang aja lah,” Stella kembali memberi semangat.
Melihat dari rayuannya yang berani, aku sudah bisa menebak pasti hal begini buat Stella sudah biasa. Entah bagaimana mulainya, yang aku tahu kini aku sedang melaksanakan anganku, dan di hadapanku di permadani ruang tamu yang tebal telah tergolek tubuh indah putih yang selalu hadir dalam anganku saat onani.
Aku bertahan dengan sikap bodohku, meskipun Stella sudah merangsangku dengan kebugilannya, aku hanya diam. Perlahan Stella mencium bibirku. Tangannya melepas bajuku, belaian jarinya yang lentik di dadaku membuatku tak tahan.
“Ayo dong La,” tangannya menuntun tanganku ke dadanya yang membusung besar.
Aku dapat merasakan kelembutan dan kekenyalan dadanya di tanganku. Perlahan aku meremas buah dadanya. Jemariku menelusuri permukaannya mencari putingnya, tapi sulit sekali karena putingnya melesak ke dalam.
Gundukan buah dadanya belum mencuat seperti guru-guruku. Aku mencongkelnya sedikit dengan kuku. Begitu kudapatkan kupilin pelan ke kiri ke kanan. Stella menjerit lirih.
Dia bergerak melepas celana panjangku, dan dengan tak sabar celana dalamku dilorotkan. Senjataku langsung mencuat ke atas bagai seorang prajurit tempur menunggu instruksi komandan.
“Ohh.. gila! La, punya loe gede banget,” Stella langsung menggenggamnya dan mengocoknya halus.
Aku semakin tak tahan dengan kepura-puraanku. Aku mulai membalas serangannya. Lidahku mulai bergerak menelusuri lehernya yang putih dan jenjang, turun terus memutari dua buah gundukan besar dan kenyal.
Aku permainkan nafsu Stella dengan tidak menyentuh puting dadanya. Lidahku hanya berputar di buah dadanya. Ternyata Stella tak tahan.
“Putingnya, La!” tangan Stella meremas kepalaku dan membimbing mulutku mengisap putingnya.
Kini aku bagaikan bayi mengisap puting buah dadanya, kiri dan kanan. Sesekali kutekan dengan lidah bahkan kugigit pelan. Stella semakin merintih. Tangan Stella bergerak menelusuri seluruh tubuhku sesuka hati.
Perjalanan lidahku sampai juga pada kemaluan Stella yang ditumbuhi bulu lebat. Kusibak bulu-bulunya yang menghitam dengan lidahku.
Klitorisnya yang sudah mengkilap kujilati, dan kuhisap sedangkan kedua jariku asyik memilin kedua puting payudaranya. Stella semakin merintih tidak karuan menahan gairahnya, sedangkan aku yang sudah terbakar masih sabar memberikannya kenikmatan sedikit demi sedikit, padahal kepala senjataku sudah penuh dengan pelumas yang keluar. Nafsuku memang sangat tinggi terhadap Stella, lain sekali dengan WTS yang kukencani.
Lidahku semakin dalam menelusup ke lubang kewanitaannya. Remasan Stella semakin kuat di rambutku.
“La, gua udah nggak tahan,” suara Stella terdengar terputus-putus, tapi aku masih terus berkutat dengan daging kecil di selangkangan Stella.
Kadang kuhisap dengan kuat. Tapi tiba-tiba saja Stella bangkit berdiri dan mendorong tubuhku, lalu dengan rakus dijilatinya seluruh tubuhku. Puting dadaku digigit-gigit sementara tangannya terus memainkan senjataku.
Dan yang paling berkesan, dengan lahapnya Stella melumat senjataku. Dikocoknya di sela-sela giginya yang putih. Aku mencoba bertahan dari rasa nikmat yang terus mengalir ke seluruh tubuhku. Aku tak mau dicap sebagai ayam sayur.
Akhirnya Stella sendiri yang sudah tak tahan langsung menaiki tubuhku, dan dengan sekali sentakan pinggulnya ke bawah, amblaslah seluruh senjataku ke dalam lubang kewanitaannya yang sudah basah.
Aku menikmati remasan lembut di batang senjataku. Saat pinggul Stella bergerak naik turun, aku meremas dadanya, kadang meremas pinggulnya yang bahenol.
Memang lain sekali, jepitan kemaluan Stella terasa erat mencengkram senjataku. Aku yang selama ini hanya main dengan WTS merasakan sekali perbedaannya. semakin lama gerakan pinggul Stella semakin kuat.
Aku sudah tak tahan lagi, cepat-cepat kupegang pinggulnya, gerakannya terhenti. Lalu dengan cepat kuambil alih posisi.
Kini dengan posisi di atas, aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur, sambil terus bergerak mulutku menghisap buah dadanya sedangkan tanganku yang satu memilin-milin putingnya yang satu.
Ternyata jurusku cukup ampuh. Stella menjerit lirih dan dengan hentakan keras pinggulku dan hisapan kuat di puting buah dadanya, Stella mencapai orgasmenya.
Seluruh tubuhnya bergetar halus dan mengejang kaku. Bola matanya mendelik. Aku merasakan hangat di senjataku. Aku segera memacu pantatku lebih kuat. Stella berteriak lirih agar segera menyudahi permainan.
“Achh, gua ngilu la, cepet.. keluarin.. jangan di dalam yah..” Aku mengerti perkataannya.
Saat aku merasakan spermaku sudah di ujung, kucabut senjataku dan dengan bantuan tanganku, muncratlah isi senjataku ke atas perutnya yang mulus.
Sejak saat itu tiap kesempatan, Stella selalu mengundangku ke rumahnya untuk diajari matematika dan mati-matian dalam kenikmatan. Namun aku belum puas jika belum menaklukan Rini. Aku akan terus berusaha untuk menaklukan sekaligus menyetubuhi Rini, wanita impianku.